Melirik Potensi Pengembaran Garam Geomembran di Pidie Jaya

Senin, 04 Februari 2019 22:34

<p style="text-align: justify; "><span style="font-weight: bold;">PIDIE JAYA</span> – Di beberapa sudut di Gampong Lancang Paru, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya, tambak-tambak yang luas, yang menghadap ke laut, telah menjelma menjadi meja kristalisasi garam.</p><p style="text-align: justify; ">Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) Lumba-Lumba, Muhammad Husen Yusuf, 48 tahun, warga Gampong Lancang Paru, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya, menuturkan, dirinya telah memulai budidaya garam dengan menerapkan sistem Teknologi Ulir Filter (TUF) dan pemasangan geomembran di tambak garam sejak 2017 lalu.</p><p style="text-align: justify; ">“Kini, 36 hektare di Gampong Lancang Paru sudah mengembangkan teknologi tersebut. Sudah ada meja kristalisasi atau tempat penyimpanan air tua jumlahnya 340-an. 120-an jumlah petani garam di gampong ini juga sudah menerapkan pola ini. Kapasitas produksinya, per meja, sekali panen 800 kilogram dan 1.200 kilogram. Dalam sebulan, dua kali panen. Garam ini dibeli Rp 3.500 per kilogram,” kata Muhammad Husen Yusuf, Ahad (3/1/2019).</p><p style="text-align: justify; ">Seluruh meja kristalisasi dilapisi terpal plastik. Hal ini untuk menjamin kebersihan produksi garam. Selain itu, lapisan penutup juga ditutup dengan plastik.</p><p style="text-align: justify; ">Tahun 2019, Pidie Jaya juga akan mengembangkan budidaya garam melalui program pengembangan usaha garam rakyat terintegrasi, ini, seluas 158 hektare di Kecamatan Ulim (Grong-Grong Capa), Kecamatan Trienggadeng (Cot Lheu Rheng), Panteraja, dan Bandar Baru. </p><p style="text-align: justify; ">“Per 15 hari, panen sekitar 2 ton atau 3 ton. Per tahun, untuk per hektare, 100 ton,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pidie Jaya, Ir Kamaluddin pada akhir Januari 2019 lalu.</p>