Mantan Kepala BAIS Ungkap Peran Irwandi Yusuf di Perjanjian Helsinki
Senin, 11 Maret 2019 23:18

<p style="text-align: justify; "><span style="font-weight: bold;">JAKARTA</span> – Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS), Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto mengungkapkan upaya bekas Koordinator Juru Runding Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Irwandi Yusuf saat meredam konflik dengan Indonesia.
</p><p style="text-align: justify; ">Peran Irwandi untuk mendamaikan Indonesia dengan GAM tercatat dalam Perjanjian Helsinki pada 2005.
</p><p style="text-align: justify; ">Hal tersebut dibeberkan Soleman, saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap dan gratifikasi yang menyeret mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (11/3/2019).</p><p style="text-align: justify; ">"Saya merasakan betul bagaimana dia (Irwandi) membangun trust (kepercayaan). Karena tanpa trust, tidak mungkin kita jalankan MoU itu," kata Soleman.
</p><p style="text-align: justify; ">Menurut Soleman, salah satu poin penting dalam Perjanjian Helsinki saat itu adalah kesepakatan penyerahan senjata GAM dan pengurangan pasukan TNI di Aceh.
</p><p style="text-align: justify; ">Awalnya, menurut Soleman, GAM hanya memiliki sekira 400 pucuk senjata campuran. Namun, Soleman mengaku terkejut saat Irwandi menyebut bahwa GAM memiliki 812 pucuk senjata untuk berperang. Hal tersebut dibeberkan Irwandi saat hadir di Perjanjian Helsinki.
</p><p style="text-align: justify; ">"Kami terbengong karena yang kami tahu 400 senjata, tapi beliau bilang 812. Begitu penyerahan, senjata campuran ada 1.065. Yang full pabrikan 807, memang tidak sampai 812," kata Soleman.
</p><p style="text-align: justify; ">Kepercayaan yang dibangun Irwandi untuk mencapai proses perdamaian tidak hanya sampai di situ. Irwandi mencoba membangun kepercayaan dengan memeriksa satu per satu senjata yang masih aktif.
</p><p style="text-align: justify; ">Ratusan senjata itu diperiksa sendiri oleh Irwandi di tengah lapangan saat kondisi panas terik. Bahkan, sambung Soleman, saat itu kaca mata Irwandi sampai pecah karena mengokang banyak senjata.
</p><p style="text-align: justify; ">"Dia periksa apakah senjata masih bisa bekerja dengan baik sampai kaca matanya pecah. Betapa kemauan beliau menjanjikan penyerahan senjata itu tercapai," kata Soleman.
</p><p style="text-align: justify; ">Dalam perkara ini, Irwandi Yusuf didakwa bersama-sama dengan stafnya, Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri menerima suap sebesar Rp1.050.000.000 dari Bupati Bener Meriah Aceh, Ahmadi. Uang tersebut diberikan Ahmadi kepada Irwandi dalam tiga kali tahapan.
</p><p style="text-align: justify; ">Menurut Jaksa, uang tersebut sengaja diberikan Ahmadi kepada Irwandi agar mendapatan program kegiatan pembangunan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.
</p><p style="text-align: justify; ">Irwandi juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp8.717.505.494 oleh tim Jaksa. Gratifikasi senilai Rp8,7 miliar itu diterima Irwandi Yusuf dalam kurun waktu setahun dari 2017 sampai 2018.
</p><p style="text-align: justify; ">Irwandi mulai menerima gratifikasi pada November 2017 sampai Mei 2018 dari rekening atas nama Muklis di tabungan Bank Mandiri. Total uang yang diberikan Muklis kepada Irwandi dalam kurun waktu enam bulan sebesar Rp4,4 miliar.
</p><p style="text-align: justify; ">Kemudian, Irwandi juga menerima uang melalui Fenny Steffy Burase sebesar Rp568 juta sejak Oktober 2017 hingga Januari 2018. Uang sebesar Rp568 juta tersebut diterima Steffy dari Teuku Fadhilatul Amri atas perintah orang kepercayaannya Irwandi, Teuku Saiful Bahri.</p>