Kisah Teuku Markam yang Sumbang Emas Monas

Jumat, 03 November 2023 19:43
Foto: Teuku Markam (Tangkapan layar twiiter@simpsura)

JAKARTA – Sosok Teuku Markam memang tidak begitu dikenal. Namun, banyak sumber menyebut dia menyumbang emas 28 kg untuk pembangunan tugu api Monumen Nasional (Monas).

Terlepas dari kebenaran kontribusi Teuku Markam pada nyala api yang berada di pucuk Monas, yang pasti Ia merupakan pengusaha kaya era Sukarno.

Dalam buku Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia (1984) diketahui kalau Teuku Markam lahir di Panton Labu pada 12 Maret 1924 dari keturunan bangsawan (uleebalang). Meski punya keistimewaan, dia memilih untuk tidak bersekolah.

Memasuki usia 20 tahun, Markam memutuskan untuk berjuang angkat senjata melawan Belanda. Di usia tersebut dia memilih untuk menjadi penyelundup senjata dari Singapura ke Pekanbaru. Perjuangan ini dijalankannya selama 10 tahun, bahkan dia termasuk dalam golongan perwira menengah, yakni berpangkat kapten.

Namun, pada tahun 1957 dia memutuskan keluar dari militer dan terjun menjadi pengusaha. Dia mendirikan perusahaan PT Karkam, singkatan dari Kulit Aceh Raya Kapten Markam.

Richard Robinson dalam Indonesia: The Rise of Capital (2009) menyebut Karkam adalah perusahaan satu-satunya yang memiliki hak eksklusif ekspor karet dari Sumatra Selatan ke Singapura dan Malaysia selama masa konfrontasi (1960-1963). Selain itu, Karkam juga memegang lisensi proyek besar dari negara, yakni impor Nissan Jeep dan Semen Asano dari Jepang.

Berkat bisnis yang besar itu Robinson menyebut Karkam sebagai perusahaan beraset jutaan dollar AS. Keuntungan yang didapat perusahaan jelas membuat Markam menjadi kaya raya. Sebagai raja karet, uangnya pun tak berseri.

Karena ini pula dia juga dikenal sebagai pengusaha yang gemar pesta di Jakarta. Bahkan, Sukarno pun mengenalnya sebagai pengusaha sukses yang kerap tampil di Istana Negara untuk berpesta dan kegiatan filantropi.

Naas, kedekatannya dengan Sukarno menjadi batu sandungan bagi Markam. Setelah pergantian kekuasaan, Presiden Soeharto memenjarakan Markam tanpa bukti kuat karena tuduhan Sukarnoisme, terlibat korupsi dan pemberontakan G30S. Soeharto lantas memenjarakan Markam selama 9 tahun, dari 1966 sampai 1975.

Selama masa tahanan, harta Markam dirampas Soeharto. Mengutip buku Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia (1984), tercatat harta Markam seperti mobil, rumah, tanah, serta uang tunai Rp 20 milliar dan US$ 30 juta dirampas negara. Pada tahun 1966, uang tunai senilai tersebut sangat besar, harga bensin saja Rp 0,3.

Dalam Teuku Markam: Kisah Muram Seorang Filantropis Bangsa (2011), PT Karkam juga diambilalih negara dan diganti menjadi BUMN bernama PT Berdikari. BUMN itu berisi orang-orang baru dan sama sekali “membuang” nama Markam. Sejak itulah Markam hidup dalam kesengsaraan.

Meski di masa Orde Baru masih menjalankan bisnis, tetap saja dia tidak bisa sesukses di masa Orde Lama. Namanya pun masih dianggap sebagai ‘pengkhianat’ dan tidak direhabilitasi.

Sumber: cnbcindonesia.com

Berita Terkait