OJK Kini Awasi Aset Kripto di Indonesia

Kamis, 05 Januari 2023 11:05

JAKARTA – Pengawasan aset kripto akan beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Mengenai peralihan tersebut, Plt Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko, menegaskan, peralihan itu bukan berarti kerja Bappebti gagal. Menurutnya rasio permasalahan dengan transaksi aset kripton tergolong kecil di tangan Bappebti.

“Kenapa dipindahkan? Apakah karena Bappebti tidak perform? Tidak mampu mengelola? Kalau kita lihat data, tidak ada hal yang mengatakan Bappebti gagal kelola ini. Bahwa ini masih banyak catatan, iya. Tapi kalau disebut kegagalan masih jauh,” ujarnya, dalam Outlook Bappebti 2023, Rabu (4/1/2023).

Saat ini Undang-Undang P2SK belum diundangkan secara resmi, jadi saat ini masih dalam proses masa peralihan pengawasan dari Bappebti ke OJK yang masanya selama dua tahun. Masa peralihan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) akan disusun dalam waktu enam bulan ke depan.

Jadi, selama transisi itu perizinan penerbitan aset kripto masih di tangan Bappebti. Begitu juga dengan pekerjaan rumah (PR) yang belum selesai pada 2022 kemarin dan dilanjutkan di 2023, contohnya pembuatan bursa kripto.

“Langkah ke depan perumusan substansi RPP masa transisi yakni identifikasi regulasi, kelembagaan, mekanisme pengalihan. Kedua pembinaan dan perizinan serta pengawasan untuk sementara tetap dilakukan oleh Bappebti,” jelasnya.

Nilai transaksi aset kripto pada 2020 lalu sebesar Rp 64,9 triliun dan meningkat signifikan tahun 2021 menjadi Rp 859,4 triliun. Memasuki 2022, transaksi mengalami penurunan menjadi Rp 296,6 triliun.

Meski nilai transaksi dari 2021 ke 2022 menurun, Bappebti mencatat, terdapat peningkatan signifikan pelanggan kripto. Yakni dari 11,2 juta pelanggan menjadi 16,55 juta. Menurut Didid, pelanggan aset kripto kebanyakan berusia 18-35 tahun dan 70 persen diantaranya bertransaksi di bawah Rp 500 ribu.

“Jumlah pengguna semakin banyak dari kelas milenial, ini butuh pengaturan lebih baik dan jangan sampai mereka sekedar ikut-ikutan saja,” tutup Didid.[*]

Sumber: detik.com

Berita Terkait